Ilustrasi kekeringan. (Foto: Istimewa)
Garut – Pemerintah mencatat, lebih dari 290 hektare lahan pertanian milik warga di Kabupaten Garut terdampak kekeringan. Dari jumlah tersebut, 22 hektare di antaranya dipastikan mengalami gagal panen, atau puso.
Hal tersebut diungkap oleh Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Garut dari Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Jabar, Ahmad Firdaus, saat dikonfirmasi wartawan di Garut, Senin, 4 September 2023.
“Yang terdampak kekeringan ini beragam. Namun, mayoritas sudah masuk usia lebih dari 30 hst,” kata Ahmad.
Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh pihaknya, kata Ahmad, dari total 42 ribu hektare lahan pertanian yang ada di Garut, 291 hektare di antaranya terdampak kekeringan. Dari jumlah tersebut, 22 hektare di antaranya dipastikan mengalami gagal panen.
Tingkat dampak kekeringan pada areal pertanian itu, kata dia, beragam, ada yang masuk kekeringan ringan, sedang, dan berat atau terancam puso dengan usia tanam padi lebih dari 30 hari setelah tanam (hst).
Tingkat dampak kekeringan pada areal pertanian itu, kata dia, beragam, ada yang masuk kekeringan ringan, sedang, dan berat atau terancam puso dengan usia tanam padi lebih dari 30 hari setelah tanam (hst).
“Yang terdampak kekeringan beragam, namun mayoritas sudah diusia lebih dari 30 hst,” kata Ahmad.
Terkait yang sudah terdampak puso, kata Ahmad, dilaporkan seluas 22 hektare tersebar di Kecamatan Selaawi seluas 15 hektare, dan di Kecamatan Pasirwangi seluas 7 hektare dengan usia padi sekitar 75 sampai 100 hst.
“Puso per 31 Agustus 2023, sesuai laporan 22 hektare, dipastikan pada periode laporan berikutnya luas puso masih akan bertambah, karena sudah ada 29 hektare kategori berat,” katanya.
Namun petugas pertanian di lapangan maupun petani, kata dia, saat ini terus berupaya memanfaatkan sumber air dari aliran sungai untuk mengatasi lahan pertanian yang kering agar tidak puso.
Ahmad mengatakan, di lapangan sejumlah petani sudah ada yang melakukan penanganan secara swadaya dengan cara gilir giring yakni pemanfaatan air irigasi dengan cara bergilir dan pompanisasi.
“Kita juga secara kelembagaan sudah melaksanakan gerakan penanganan kekeringan ini di tiga lokasi, Kecamatan Peundeuy, Desa Toblong dan Desa Saribakti tanggal 3 September 2023, dan hari ini di Kecamatan Pameungpeuk, Desa Jatimulya,” kata Ahmad.
Untuk menanggulangi dampak dari kekeringan ini, pemerintah melakukan sejumlah langkah. Di antaranya, adalah memberikan pinjaman pompa air ke lokasi kekeringan, sekaligus memberikan bantuan berupa fasilitas untuk bahan bakar.
“Kita berharap upaya pompanisasi dengan cara menarik air dari bawah ke dataran atas lokasi pertanian itu bisa menyelamatkan daerah pertanian yang terdampak kekeringan,” pungkas Ahmad.
(Abd/Abd)