Cilawu – Sejumlah kader Nahdlatul Ulama (NU) memberikan pemahaman terkait konsumsi kental manis pada balita di Garut. Hal tersebut dianggap krusial dalam pertumbuhan balita di Garut.
Kader NU yang melaksanakan sosialisasi ini, berasal dari Pimpinan Muslimat Nahdlatul Ulama (PP Muslimat NU) yang bekerjasama dengan Yayasan Abhipraya Insan Cendikia Indonesia (YAICI). Sosialisasi dilaksanakan di Desa Sukahati, Cilawu, Garut, Sabtu, 4 November 2023 siang tadi.
Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU Erna Yulia Sofihara mengatakan, pihaknya sebagai organisasi perempuan terbesar di Indonesia berkomitmen untuk pengentasan masalah sunting, seperti yang marak ditemukan di Garut. Menurutnya, asupan gizi yang buruk seperti dipicu pemberian kental manis pada balita menjadi salah satu biang keroknya.
“Kami sangat peduli terhadap permasalahan sunting khususnya pemberian kental manis pada anak,” ucap Erna.
Erna mengatakan, sosialisasi ini menjadi salah satu upaya PP Muslimat NU untuk mengedukasi masyarakat. Pengajian dan majelis taklim juga, jadi salah satu medianya.
Sementara Ketua YAICI Arif Hidayat mengatakan, sejak tahun 2018 lalu, pihaknya juga ikut konsen untuk mengedukasi masyarakat, perihal bahaya kental manis bagi balita. Sebab, tanpa disadari masyarakat, kental manis bukanlah susu, yang memiliki kadar gizi seperti susu sapi.
“PR kita masih banyak, terutama dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang kental manis bukan susu dan tidak boleh dikonsumsi balita,” ujar Arif.
Dalam sosialisasi ini sendiri, pihak PP Muslimat NU dan YAICI mengundang ahli gizi dari Dinas Kesehatan Garut, Nadia Nurdiyanti. Nadia yang mengedukasi langsung puluhan masyarakat, khususnya kalangan ibu-ibu yang menjadi peserta.
“Saat ini ada tantangan kita, ada pada triple burden malnutrition yaitu stunting, wasting dan overweight. Kental manis juga dalam hal ini harus menjadi perhatian terutama peruntukannya yang bukan untuk dikonsumsi balita,” kata Nadia.
Kental manis sendiri, sambung Nadia, berpotensi untuk menyebabkan stunting atau gagal tumbuh pada anak usia balita. Sebab, memiliki kadar kandungan gula yang sangat tinggi.
“Kami sudah mensosialisasikan bahwa kental manis bukan untuk balita karena kandungan gulanya yang lebih tinggi daripada kandungan susunya,” pungkas Nadia.
Kasus stunting sendiri, diketahui marak terjadi di Garut. Pemkab Garut sendiri, sudah bekerja untuk menanggulanginya, hingga diapresiasi karena menjadi 1 dari 10 daerah dengan kinerja penanganan stunting terbaik di Indonesia.
Kendati demikian, pekerjaan rumah Pemkab Garut dalam memberantas stunting masih banyak. Salah satunya, mengenai edukasi bagi masyarakat terkait gizi. Hadirnya PP Muslimat NU dan kawan-kawan ini, diharapkan bisa menjadi kolaborasi yang apik.
(Abd/Abd)