Garut – Ribuan santri dan para guru berkumpul di Pondok Pesantren Darussalam, Kersamanah, Garut, untuk mengikuti seminar deradikalisasi bertema “Peran Pesantren dalam Deradikalisasi di Indonesia”.
Acara ini menghadirkan sejumlah pembicara terkemuka, salah satunya H. Mohammad Dawam, S.H.I., M.H., Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) periode 2020-2024.
Dalam kesempatan itu ia memberikan pandangannya tentang peran penting santri dalam menjaga ideologi negara dan melawan radikalisme.
Dawam mengingatkan para santri tentang ketaatan pada para kiai, sebagai salah satu pondasi utama dalam tradisi pesantren.
“Sebagai santri, saya harus manut apa kata Kiai. Seandainya disuruh datang untuk mengisi seminar, maka saya harus datang, kapanpun,” ujarnya.
Dawam menegaskan peran historis santri dan kiai dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, serta pentingnya menjaga semangat itu di era modern.
“Sejarah mencatat, peran santri dan kiai sangat penting dalam proses perjuangan hingga kemerdekaan Indonesia,” kata Dawam.
Ia menekankan bahwa santri tidak hanya harus memahami agama dengan baik, tetapi juga negara, sehingga dapat menjadi garda terdepan dalam mengawal ideologi Pancasila dan masa depan Indonesia yang damai.
Seminar ini juga menjadi ajang diskusi penting mengenai peran pesantren dalam mencegah radikalisme dan terorisme.
Ia percaya bahwa keberagaman pemikiran dalam pesantren menjadi kekuatan utama dalam menolak radikalisme.
“Santri diajarkan beberapa pendapat dan madzhab yang beragam. Dengan ini, diharapkan para santri dapat mengubah wajah Indonesia menjadi bebas dari pikiran radikalisme, apalagi tindakan terorisme,” tegas Dawam.
Selain itu, ia mengajak yang hadir untuk senantiasa bershalawat. Secara khusu ia menggarisbawahi pentingnya ritual keagamaan dalam menciptakan suasana damai di tengah tantangan zaman.
“Shalawat kepada nabi dapat mengubah atmosfer menjadi tenang dan damai, diliputi ozon keberkahan,” ucapnya.
Sementara, Kombes Pol Ayi Supardan yang juga hadir dalam kegiatan itu mengungkapkan rasa bangganya terhadap keberadaan Pondok Pesantren Darussalam di daerah asalnya.
Ia menekankan betapa pentingnya peran pesantren dalam membentuk karakter santri yang cinta damai dan anti terhadap paham radikal.
Ayi juga mengingatkan para santri untuk bersyukur atas kesempatan belajar di pesantren.
“Harus bersyukur menjadi santri, karena tidak semua orang punya kesempatan untuk menjadi santri,” tegasnya.
Menurut Ayi, menjadi santri adalah sebuah kehormatan dan kesempatan yang tidak dimiliki oleh semua orang, karena di sinilah nilai-nilai agama dan nasionalisme diajarkan secara bersamaan.
Terkait dengan topik radikalisme dan terorisme, ia menjelaskan bahwa keduanya bisa dicegah melalui edukasi dan pendekatan personal.
“Pikiran radikalisme dan tindakan terorisme dapat dicegah dengan edukasi dan pendekatan personal,” jelasnya.
Edukasi yang dimaksud tidak hanya dalam hal keagamaan, tetapi juga pemahaman tentang pentingnya menjaga kebhinekaan dan keutuhan negara.
Ia juga menekankan pentingnya kewaspadaan di lingkungan sekitar terhadap gejala radikalisme dan terorisme.
“Jika ada yang melihat gejala radikalisme dan terorisme di sekitar kita, maka jangan ragu untuk melapor kepada yang berwajib,” ujarnya.
Ayi mengingatkan bahwa kolaborasi antara masyarakat dan aparat penegak hukum sangat penting untuk mencegah berkembangnya paham-paham radikal di Indonesia.
Sebagai penutup, Kombes Ayi Supardan membuka diri untuk berdiskusi dengan siapa saja yang ingin berbagi pandangan.
“Saya tidak menutup pintu diskusi, siapapun yang ingin berdiskusi dan berbagi pandangan dengan saya, saya sangat welcome,” katanya.
Salah satu Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam, KH M. Yasyfi Afazani menegaskan komitmen pesantren dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan dan keislaman yang moderat.
“Pesantren merupakan benteng yang kokoh dalam menjaga akidah Islam yang lurus dan moderat. Kami berkomitmen untuk terus berkontribusi dalam mencegah paham radikal yang dapat merusak tatanan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Kiai Yasyfi juga menekankan pentingnya pendidikan di pesantren dalam membentuk karakter santri yang cinta damai, toleran, dan berwawasan kebangsaan.
“Santri harus memahami bahwa agama dan negara bukan hal yang terpisah. Keduanya harus dipelajari dengan sungguh-sungguh, sehingga mereka dapat menjaga keutuhan bangsa ini dari ideologi yang menyimpang,” tambahnya.
Seminar ini berhasil memberikan pemahaman yang mendalam kepada para peserta mengenai peran vital pesantren dalam menangkal radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Pesantren, sebagai lembaga pendidikan yang sarat dengan nilai-nilai keislaman yang damai, diharapkan menjadi garda terdepan dalam mengawal ideologi Pancasila dan menjaga keutuhan NKRI.
(Abd/Abd)