Foto Liputan6.com
GARUTUPDATE.CO.ID, GARUT – Proses reaktivasi jalur kereta api Cibatu-Garut Kota, Garut, Jawa Barat, terus dikebut pemerintah. Pengerjaan rangkaian fasilitas kereta api pun terus dibenahi, mulai rel, stasiun, hingga sistem persinyalan yang akan menyampaikan pesan lalu lintas kereta.
Dilansir dari Liputan6.com, Khusus poin ketiga, perkembangannya terus berevoluasi sesuai jaman hingga mampu memberikan informasi yang akurat bagi masinis dan petugas jaga di stasiun yang akan dilalui kereta.
Deden Suprayitno, Anggota Indonesian Railway Preservation Society (IRRS) mengatakan, sarana dan prasarana sinyal menjadi bagian penting tak terpisahkan dalam perjalanan kereta api.
“Ada dua menara sinyal lawas kereta api di Garut Kota yang masih tersisa sejak dulu,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa, 30 Juni 2019.
Sebagai bagian dari rangkaian kereta perdana di wilayah Jawa Barat selatan atau Priangan Timur, jalur kereta lawas Cibatu-Garut, menyimpan sejumlah kenangan bagi masyarakat Kota Intan.
Selain warisan beberapa bangunan jadul zaman Belanda, juga terdapat fasilitas sarana pendukung transportasi kereta api saat itu, seperti menara sinyal komunikasi untuk memberikan informasi kereta yang akan lewat.
“Itu yang di wilayah Ciwalen dibangun sekitar 1889 berbarengan dengan awal mula kereta dan hingga kini masih berfungsi, cuma berkarat,” ujar dia.
Untuk menyelamatkan barang sejarah perkeretaapian, rencananya menara sinyal Ciwalen bakal diperbaiki saat reaktivasi kereta apiberlangsung. Menara itu menjadi benda sejarah perkeretaapian Indonesia. “Kami rekomendasikan agar disimpan sebagai monumen,” ujar dia.
Deden menyatakan, ada dua menara sinyal yang tersisa, selain Ciwalen, menara berikutnya berada di sekitar Babakan Abid, wilayah Garut Kota. “Keduanya memiliki jenis dan ukuran yang berbeda,” kata dia.
Untuk menara sinyal pertama di Ciwalen, fasilitas setinggi hampir delapan meter dari permukaan tanah itu merupakan menara sinyal krian atau tebeng yang berfungsi memberikan isyarat boleh tidaknya kereta masuk ke stasiun.
“Makanya posisi persis sebelum stasiun utama Garut,” kata dia.
Sementara, untuk daerah Babakan Abid, menara yang dibangun hanya sinyal muka, dengan fungsi utama sebagai penanda kereta bakal segera memasuki area stasiun.
“Jika sama dengan arah angin berarti melintas, namun jika menghadap berarti berhenti,” ujar dia sedikit menjabarkan.
Koordinator komunitas sejarah perkeretaapian Indonesia wilayah Bandung itu menerangkan, melihat banyaknya stasiun dan halte yang dilewati saat itu, diperkirakan ada beberapa menara sinyal yang dibangun.
Sebut saja menara sinyal Stasiun Cibatu, halte Cikoang, Pasir Jengkol, dan Citamen, hingga Stasiun Wanaraja. Kemudian berturut-turut halte Cinunuk, Tunggilis Cibolerang, Cimurah, Pasir Uncal, Sukarame, hingga terakhir di Stasiun Garut.
“Biasanya setiap stasiun ada menara sinyalnya, tetapi untuk halte tidak ada,” kata dia.
Namun, sejak berhenti beroperasi 1983 silam, banyak fasilitas menara sinyal kereta yang dibangun di penghujung abad 18 itu, raib entah ke mana. “Ya itu tadi yang tersisa tinggal dua, Babakan Abid dan Ciwalen,” ujar dia.
Dalam praktiknya menara sinyal yang dibangun dibagi dua macam, krian dan muka. Kedua fasilitas itu, bakal memberikan informasi kepada petugas terdekat terhadap lalu lintas kereta yang lewat.
“Dulu alatnya (pemberi sinyal) masih di luar gedung, kalau sekarang sudah berada di dalam semua, jadi lebih aman,” papar dia.
Ia berharap adanya proses reaktivasi kereta api, kembali dibangun fasilitas persinyalan untuk memudahkan seluruh kereta yang lewat. “Harapannya teknologi (persinyalan) paling baru,” kata dia.