Kepala Disnakertrans Kabupaten Garut, Erna Sugiarti, menyatakan bahwa tahun ini merupakan inisiasi pertama pelatihan Bahasa Jepang. Hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Garut yang akan ditempatkan di Jepang.
“Jadi tahapannya dari bulan Januari itu kita mengadakan rekrutmen dan seleksi ya, karena pelatihan bahasa Jepang ini tidak seperti pelatihan-pelatihan vokasi lainnya yang dilaksanakan di BLK (Balai Latihan Kerja), karena ini perlu orang-orang yang memang betul-betul mereka berkeinginan untuk bekerja ke luar negeri,” ucap Erna dalam keterangannya di kantornya di Jalan Guntur Cendana, Tarogong Kidul.
Dalam hal ini, Erna mengajak kepada anak-anak muda di Kabupaten Garut untuk tidak takut bekerja ke luar negeri sebagai PMI selama berangkat secara prosedural
Erna menekankan pentingnya komitmen dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon PMI, termasuk memiliki dua kompetensi: bahasa dan teknis/keahlian. Program SSW melibatkan serangkaian tes, termasuk matematika, kesamaptaan, fisik, dan psikotes.
Selain bahasa, peserta juga dilatih dalam keahlian pertanian. Hal ini didasarkan pada potensi agraris Garut, meskipun minat generasi muda terhadap pertanian masih terbilang rendah.
“Sehingga kita membuka pelatihan bahasa Jepang ini dengan skill pertanian, supaya merangsang mereka ketika mereka pulang ke Indonesia, mereka membangun pertanian di wilayahnya masing-masing ” ungkapnya.
Peserta program ini tak dikenai biaya sepeser pun, seluruh fasilitas dari pelatihan hingga persiapan dokumen resmi ditanggung pemerintah daerah. Erna menekankan bahwa program ini bukan hanya untuk mengurangi tingkat pengangguran, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga peserta.
“Nah ini pun menjadi harapan bagi kami khususnya Dinas Tenaga Kerja ini bagaimana memotivasi yang lainnya untuk peluang ke luar negeri, bekerja ke luar negeri itu cukup luas terutama Jepang. Karena di Jepang ini pertahun itu hampir 1000 orang membutuhkan pekerja,” ucapnya.
Salah satu peserta, Syahrul Ramadhan, mengungkapkan motivasinya untuk memberikan kontribusi terbaik bagi keluarganya. Ia ingin melampaui kondisi orangtuanya yang sehari-hari bekerja keras, di mana saat ini ibunya hanya sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) dan ayahnya sebagai buruh serabutan.
“Mungkin salah satu alasannya karena saya termotivasi dari diri sendiri juga gitu, harus lebih dari orang tua, dari kerjaan atau dari apa gitu, harus bisa lebih dari orang tua yang kesehariannya cukup-cukup buat sehari-hari,” ucapnya.
Keberhasilannya lolos hingga tahap wawancara dengan pihak Jepang memberikan kegembiraan dan restu dari orangtuanya. Ia menyebut bahwa orang tuanya begitu senang ketika dirinya sudah bisa lolos sampai dengan tahap ini untuk mengikuti program bekerja di Jepang.
“Pasti restu orang tua juga, orang tua senang karena anak-anaknya cita-citanya itu bisa tercapai,” ungkapnya.
Walau merasakan sedikit gugup, Syahrul menyatakan bahwa wawancara merupakan momen yang dinantikan dengan harapan dapat memberikan kontribusi positif di Jepang.
“Kalau menurut saya karena yang ditunggu-tunggu wawancara ini ya, rasanya senang gitu. Tapi dari wawancara itu juga muncul juga rasa gugup, kurang percaya diri, terkait keterima atau enggaknya karena harus bahasa Jepang yang lancar gitu,” pungkasnya.